Sumber Buku : Soal-Jawab Seputar
Gerakan Islam, Oleh Abdurrahman Muhammad Khalid, Pustaka Thoriqul Izzah,
Januari 1994.
Apa sebenarnya peran kaum wanita Muslimah
dalam mengemban dakwah Islam. Secara syari' apakah mereka wajib mengemban
dakwah seperti halnya kaum pria, atau bagaimana?
Pada dasarnya, hukum syara' itu dibebankan
kepada laki-laki dan wanita. Tidak ditemukan perbedaan di antara kedua jenis
kelamin dalam hal taklif (pembebanan hukum), kecuali bila terdapat
nash-nash yang membedakannya.
Apabila terdapat seruan seperti: "Hai
orang-orang yang beriman", maka seruan tersebut selain ditujukan untuk
kaum lelaki mencakup pula wanita. Dengan demikian, tidak perlu ada seruan
khusus untuk kaum wanita, misalnya: "Wahai orang-orang wanita yang
beriman".
Dalam bahasa arab terdapat kaidah yang
menyatakan bahwa seruan bagi kaum laki-laki sekaligus mencakup seruan bagi
laki-laki dan perempuan. Sedangkan seruan bagi perempuan, tidak mencakup bagi
laki-laki; ia terbatas hanya untuk kaum wanita saja. Atas dasar tersebut dapat
dipahami bahwa seruan-seruan Allah SWT seperti1): "Wahai, orang-orang yang
beriman"; "Wahai manusia"; "Janganlah kalian
membunuh jiwa"; "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang-orang yang menyeru kepada Allah [berdakwah kepada Islam] dan
melakukan amal shaleh [melaksanakan hukum-hukum Islam]"; "Dan
taatilah Allah, taatilah Rasul dan para pemimpin (pejabat yang menerapkan Islam) dari
kalangan kamu";
-------------------
1) Contoh-contoh dari sekian banyak seruan
yang terdapat pada ayat-ayat Al Qurâan. "Tegakkanlah shalat dan
keluarkanlah zakat"; atau "Sempurnakanlah haji dan umrah itu
bagi Allah".
Juga dapat kita pahami seruan-seruan
Rasulullah saw, seperti2): "Kaum muslimin terpelihara darah mereka"; "Siapa
saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata benar
atau diam"; "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang
lainnya"; "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim";
atau "Sebarkanlah oleh kalian salam di antara kamu".
Walaupun kata-kata yang terdapat dalam firman
Allah SWT dan Hadits Rasulullah saw tersebut di atas semuanya berbentuk muzhakar
(jenis laku-laki), akan tetapi seruan yang demikian telah disepakati bahwa ia
juga mencakup bagi wanita.
Ada beberapa hukum yang dikhususkan bagi kaum
pria saja, yaitu apabila ada qarinah (indikasi) yang menerangkan bahwa
hukum tersebut tidak mencakup wanita. Demikian juga sebaliknya, ada beberapa
hukum yang dikhususkan bagi kaum wanita, yaitu dengan adanya beberapa qarinah
yang menunjukkan bahwa hal tersebut tidak diperuntukkan bagi kaum pria. Sebagai
contoh; laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, sedangkan kaum wanita tidak;
laki-laki memberikan mahar dan nafkah, serta ditangannya terdapat akad talak;
akan tetapi 'iddah mati dan 'iddah talak tidak berlaku bagi laki-laki, ia hanya
berlaku bagi wanita saja; wanita memiliki aurat yang berbeda dengan aurat
laki-laki; kesaksian wanita berbeda dengan kesaksian laki-laki; wanita bisa
terputus shalat dan shaumnya (karena haid), sedangkan laki-laki tidak. Bagian
laki-laki dalam hal warisan, berbeda dengan bagian wanita; dan seterusnya.
Kembali ke pertanyaan di atas, yaitu peran
wanita muslimah dalam mengemban dakwah Islam; sebenarnya aktifitas tersebut
bukanlah perbuatan yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak cukup kita
mencari dan membahasnya dari sudut hukum syara' saja yang berkaitan dengan
dakwah wanita. Namun harus dibahas dari sudut hukum yang lain, karena merupakan
kumpulan dari berbagai perbuatan yang berkaitan dengan kedudukan wanita dalam
keluarga atau dalam masyarakat, serta ada batas-batas hubungan antara pria
dengan wanita, dan sebagainya. Dari sinilah, maka dakwah untuk kalangan wanita
mempunyai sejumlah hukum syara'. Berikut ini hanya akan disebutkan sebagian
saja dari hukum-hukum tersebut:
-------------------
2) Contoh-contoh dari
sekian banyak seruan yang ada pada hadits-hadits Rasul saw.
(1) Keimanan dan keterikatan kepada halal dan haram
ada lah wajib bagi wanita, sebagaimana diwajibkan juga bagi laki-laki.
(2) Menuntut ilmu tentang hukum-hukum syara' yang
berkaitan dengan berbagai urusan /perbuatan wanita ada lah wajib. Begitu pula
dengan laki-laki terhadap perbuatan yang dikhususkan baginya.
(3) Aktifitas amar ma'ruf nahi munkar adalah wajib
bagi wanita, sama halnya bagi laki-laki, tetapi masing-masing melakukannya
sesuai dengan kemampuannya.
(4) Mengoreksi tingkah laku penguasa merupakan
bagian dari amar ma'ruf nahi munkar yang sifatnya wajib atas wanita dan
laki-laki.
(5) Mengajarkan hukum-hukum Islam kepada kaum muslimin serta memerangi pemikiran-pemikiran
kufur dan sesat, merupakan kewajiban atas kaum laki-laki dan wanita.
(6) Kegiatan dakwah untuk menegakkan Islam dan
mengembalikan Khilafah Islam untuk memberlakukan hukum sesuai dengan apa yang
telah diturunkan Allah, merupakan bagian dari tugas/tanggung jawab bagi
laki-laki dan wanita.
(7) Membentuk suatu gerakan Islam yang berjuang
untuk mengembalikan Khilafah Islam, melaksanakan amar ma' ruf nahi munkar, dan
mengoreksi/menasihati penguasa, atau bergabung dalam gerakan seperti ini,
merupakan fardlu kifayah bagi seluruh kaum Muslimin, baik laki-laki maupun
wanita.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat
ditemukan dalam nash-nash Syara' yang mencakup kedua jenis kelamin ini. Dengan tetap
berpegang kepada semua ketentuan umum ini, yang kedudukan laki-laki dan wanita
di dalamnya adalah sama, maka kita mendapatkan keadaan tertentu berbagai hukum
yang khusus bagi laki-laki; namun wanita dikecualikan dari hukum-hukum khusus
ini, tetapi ia tidak keluar dari ketentuan-ketentuan yang tercantum pada butir
1-7 di atas. Keadaan yang dimaksud di sini adalah antara lain:
(1) Wanita tidak boleh keluar rumah, tanpa izin
dari walinya sendiri. Misalnya, ayah, saudara laki-laki, suami, paman, dan sebagainya.
Ketentuan ini membatasi kegiatan dan kemampuannya untuk bergerak di bidang
dakwah.
(2) Apabila tidak disertai suami atau salah
seorang muhrim dari keluarganya, maka wanita tidak boleh mendatangi
tempat-tempat khusus [rumah, apartemen, dan sebagainya] yang di dalamnya
terdapat laki-laki asing yang bukan muhrimnya. Ketentuan ini juga membatasi
kegiatan dan kemampuannya untuk bergerak di bidang dakwah.
(3) Apabila seorang wanita telah bergabung ke
dalam suatu gerakan Islam dan pimpinan gerakan tersebut menyuruhnya
melaksanakan suatu perintah, sementara walinya menyuruhnya dengan perintah yang
lain, maka ia wajib menaati perintah walinya selama perintah itu bukan berupa
maksiat yang nyata atau bukan maksiat menurut pandangan pemimpin gerakan Islam
tersebut.
Secara pasti, kita mengetahui bahwa taat
kepada pemimpin adalah wajib (sebatas wewenang kepemimpinannya). Pemimpin yang
dimaksud di sini antara lain khalifah (kepala negara), pejabat pemerintah,
pimpinan partai/organisasi Islam, dan sebagainya. Kita juga tahu bahwa taat
kepada ayah dan suami adalah wajib. Semua itu berlaku dalam perkara bukan
maksiat kepada Allah SWT. Apabila perintah ayah atau suami bertentangan dengan
perintah amir/pemimpin, maka dalam hal seperti ini, mana yang harus ia patuhi?
Yang wajib dipatuhi tidak lain adalah taat
kepada ayah atau suami. Sebab, nash-nash Syara' yang ada memang lebih
menekankan /menegaskan agar wanita taat kepada ayah atau suami daripada
mentaati amir /pemimpin suatu gerakan Islam, walaupun si wanita termasuk
anggota gerakan Islam tersebut. Hadits-hadits Rasulullah saw tentang hal ini
sangatlah jelas, seperti antara lain sabda beliau3):
"Ayah itu menduduki pertengahan
pintu-pintu surga. Karena itu, peliharalah pintu itu kalau kalian mau, atau
tinggalkanlah [dengan segala akibatnya]".
-------------------
3) Lihat Shahih
Ibnu Hibban, hadits no. 426.
Imam Al Baidlawi menjelaskan arti dan maksud
dari hadits tersebut bahwa sebaik-baik titipan pelintas masuk surga dan
mencapai derajat yang tinggi ialah dengan jalan mematuhi perintah seorang ayah
dan berbakti kepadanya4). Ketaatan kepada ayah, ini juga ditegaskan di dalam hadits
lain yang diriwayatkan oleh Imam Ath Thabari, yaitu sabda Rasulallah saw5):
"Taat kepada Allah adalah sama halnya
dengan taat kepada seorang ayah. Berbuat maksiat kepada Allah adalah sama
halnya dengan berbuat maksiat kepada seorang ayah".
Adapun taatnya seorang isteri kepada suami,
banyak hadits Rasulallah saw yang menjelaskan hal tersebut. Misalnya, kita
perhatikan antara lain sabda beliau6):
"Tidak boleh bagi seorang wanita yang
beriman kepada Allah memberi izin kepada seorang (laki-laki) untuk masuk ke
dalam rumah suaminya, sedangkan suaminya itu tidak suka [kepada orang
tersebut]. Juga, tidak boleh bagi seorang wanita keluar rumah kalau suaminya
tidak suka".
Di antara aktifitas yang terpenting di dalam
mengemban dakwah Islam adalah keterikatan
para pengemban dakwah dengan
hukum - hukumNya. Sesungguhnya keterikatan seperti itu, baik dari pihak
laki-laki maupun wanita, adalah termasuk salah satu kegiatan dakwah untuk
merealisasikan Islam. Dengan demikian, apabila seorang wanita berpakaian secara
syar'i, perilakunya islami baik di dalam lingkungan keluarga maupun di dalam
lingkungan masyarakat, bahkan membenci setiap adat /kebiasaan orang Barat dan
lainnya yang begitu nampak sekarang dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam,
serta ia merasa bangga dengan ide-ide, hukum-hukum dan adat /kebiasaan yang
bernafaskan Islam pada saat ia menampilkan semua sifat /ciri Islam ini di dalam
dirinya, maka sesungguhnya ia sudah menjadi seorang da'iyah (pengemban dakwah
Islam) walaupun ia sendiri tidak merencanakannya. Oleh karena itu, perilaku
yang baik adalah langkah awal dalam berdakwah kepada Islam, khususnya bagi
wanita muslimah.
-------------------
4) Lihat Faidlul
qadir, Abdurrauf Al Manawi, VI/371.
5) Lihat At
Targhib Wat Tarhib, Zakiyuddin Al Munzhiri, III /322.
6) Lihat Shahih
Ibnu Hibban hadits no. 4158; Musnad Ad Daylami hadits no. 7772; dan Kasyful
Ghummah, Imam Asy Syaârani, II/107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar