Minggu, 14 Juni 2015

Makalah Ulumul Qur'an

 QIRAAT AL-QUR’AN
M A K A L A H
Untuk Memenuhi Tugas Mata Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Di Susun Oleh:
Kelompok III Semester II PAI
1.      Abdullah Rosyid
2.      Setyo Heru Kurniawan
3.      Zaki Firdaus

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH (STAIM)
TULUNGAGUNG
APRIL 2015


KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa Iman dan Islam. Salawat serta  salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan nabi agung kita, Nabiullah Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, semuanya.
            Alhamdulillah dengan terselesaikannya makalah yang kami susun ini, guna memenuhi tugas makalah kuliah Ulumul Qur’an yang berjudul “QIRA’AT AL-QUR’AN”. Kami haturkan banyak terimakasih kepada :
1.      Bapak Nurul Amin, M.Ag. Selaku Ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung.
2.      Bpk. Afiful Ikhwan, M.Pd.I sebagai dosen pengampu.
3.      Rekan-rekan Mahasiswa STAI Muhammadiyah.
4.      Semua pihak yang telah memberi sumbangsih demi terselesaikannya makalah ini.
Maka dari itu kami menyadari, bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sebagai penyusun, mengharap koreksi, saran dan kritik yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penyusun, umumnya bagi pembaca. Aamiin
            Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tulungagung, 28 April 2015


Pemakalah


DAFTAR ISI


Halaman Judul  ................................................................................................       i
Kata Pengantar  ...............................................................................................       ii
Daftar Isi  .........................................................................................................       iii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar belakang Masalah  ....................................................       1
B.     Rumusan Masalah  .............................................................       2
C.     Tujuan Masalah  .................................................................       2
BAB II                        PEMBAHASAN
A.    Sejarah Perkembangan Qiraat  ...........................................       3
B.     Pengertian Qiraat  ..............................................................       5
C.     Macam-macam Qiraat  .......................................................       6
D.    Syarat-syarat Sahnya Qiraat  .............................................       7
E.     Mengenal Imam-Imam Qiraat  ...........................................       9
BAB III          PENUTUP
A.    Kesimpulan  .......................................................................       14
B.     Saran  .................................................................................       15
DAFTAR PUSTAKA  .....................................................................................       16





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
 Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu,  di antaranya adalah, ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari; tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat  telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an. Tulisan singkat ini akan memaparkan secara global tentang ilmu Qira’at al-Qur’an, dapat dikatakan sebagai pengenalan awal terhadap Ilmu Qira’at al-Qur’an.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Sejarah Perkembangan Qiraat?
2.      Apa pengertian Qiraat?
3.      Macam-macam Qiraat?
4.      Syarat-syarat Sahnya Qiraat?
5.      Mengenal Imam-Imam Qiraat?
C.    Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1.      Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Qiraat.
2.      Untuk Menjelaskan Pengertian dari Qiraat.
3.      Untuk Menaparkan Macam-macam Qiraat.
4.      Untuk Mengetahui Syarat-syarat Sahnya Qiraat.
5.      Untuk Mengetahui Imam-Imam Qiraat.









BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sejarah Perkembangan Qiraat
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang  waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini;
Pertama, qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa qira’at itu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan dalam hadis tersebut--terletak di dekat kota Madinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang menceritakan tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.
Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu qira’at yang berbeda. Jika tidak bisa dicakup oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain. Demikian seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai qira’at yang ada.
Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci utama pengambilan qira’at al-Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda ketika menerima qira’at dari Rasulullah. Ketika Usman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan  orang yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qira’at orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil qira’at dari  sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda  dalam mengambil qira’at dari Rasulullah SAW.
Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli qira’at, antara lain adalah : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab,  Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan Abu Musa al-‘Asy’ari.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabi’in mengambil qira’at dari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-tabi’in yang berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari para Tabi’in.
Ahli-ahli qira’at di kalangan Tabi’in juga telah menyebar di berbagai kota. Para Tabi’in ahli qira’at yang tinggal di Madinah antara lain: Ibn al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
Yang tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin’Umair, ‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Tabi’in yang tinggal di Kufah, ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i dan al-Sya'bi.
Sementara Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedangkan Tabi’in yang tinggal di Syam adalah: al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sa’d.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam qira’at – qira’at tertentu dan mengajarkan qira’at mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira’at  adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qira’at yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H.  Dengan demikian mulai saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam ‘Ulum al-Qur’an.
Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qiraat dalam bentuk prosa adalah al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang qira’at sab’ah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.
Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun qira’at Sab’ah dalam kitabnya Kitab al-Sab’ah. Dia hanya memasukkan para imam qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al-Qur’an, yang berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak imam qira’at yanng lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Ibn Mujahid menamakan kitabnya dengan Kitab al-Sab’ah hanyalah secara kebetulan, tanpa ada maksud tertentu. Setelah munculnya kitab ini, orang-orang awam menyangka bahwa yang dimaksud dengan ahruf sab’ah  adalah qira’at sab’ah oleh Ibn Mujahid ini. Padahal masih banyak lagi imam qira’at lain yang kadar kemampuannya setara  dengan tujuh imam qira’at dalam kitab Ibn Mujahid
Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah mengumpulkan qira’at sab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa Qiraat Sab’ah itu adalah ahruf sab’ah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau mengurangi atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi syubhat.
Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah Kitab Sab’ah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah :  al-Taysir fi al-Qiraat al-Sab’i yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qira’at al-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah ‘Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna.  Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at yang membahas qiraat dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.
B.     Pengertian Qiraat
Berdasarkan pengertian bahasa, qiro’at merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang berarti membaca. Sedangkan berdasarkan pengertian terminology, maka ada beberapa definisi, sebagai berikut :[1]
1.      Menurut Ibn Al-Jazari
Qira’at merupakan ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapan kata-kata al-quran dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.

2.      Menurut Az-Zarkasyi
Qiraat adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazh-lafazh al-quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti taklif (meringankan), tasqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
3.      Menurut  Ash-Sabuni
Qiraat adalah suatu mazhab cara pelafalan al-quran yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulallah.
C.     Macam-macam Qiro’at
1.    Dari Segi Kuantitas
a.         Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh ) adalah imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:[2]
1)        Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah. Qiraat yang ia peroleh dari Abdullah bin Jubair.
2)        Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari madinah. Tokoh ini belajar qiraat kepada 70 tabiin, seperti Ubay bin ka’ab, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.
3)        Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam. Sebagian riwayat mengatakan bahwa ia berjumpa dengan utsman bin Affan.
4)         Abu Amar (w.154 H ) dari Irak, ia meriwayatkan qiraat dari Mujahid bin Jabr.
5)        Ya’kub (w.205 H ) dari Irak. Ia belajar pada Salam bin Sulaiman al-Thawil yang mengambil qiraat dari ashim dan Abu Umar.
6)        Hamzah (w.188 ). Ia belajar pada Sulaiman bin Mahram
7)        ‘Ashim (w.127 H ). Ia belajar qiraat kepada Dzar bin Hubaisy, dari Abdullah bin Mas’ud
b.         Qiro’ah Asyiroh (Qiraat Sepuluh) adalah qiro’ah sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq, kalaf bin hisyam.
c.         Qiro’ah Arba Asyiroh (qiro’ah empat belas) yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu :Al-hasan al basri (w.110 H), muhammad bin abdul rohman (w.123 H), yahya bin mubarok(w.202 H), dan Abu fajr muhammad bin ahmad Asy-Syanbudz (w.388 H).
2.    Dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian al-jazari, berdasarkan kualitas, qiraat dapat dikelompokan dalam lima bagian, antara lain :[3]
a.         Qiraat Mutawwatir  yaitu qiro’ah yang disampakan kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta.
b.         Qiraat Mashur yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sahih, tapi tidak sampai kual;itas mutawatir.
c.         Qiraat ahad yaitu memiliki sanad sahih tapi menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab, tidak memiliki kemasyuran, dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
d.        Qiraat Maudhu yaitu palsu
e.         Qiraat Syadz Yaitu menyimpang[4]
f.          As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang keenam, yakni qiraat yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran. Umpamanya qiraat Abi Waqqash.[5]
D.    Syarat-syarat Sahnya Qiraat
Untuk menangkal penyelewengan qiraat yang sudah muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima. Untuk membedakan antara yang benar dan qiraat yang aneh (syazzah), para ulama membuat tiga syarat bagi qiraat yang benar. yaitu:
1.      Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab. Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi  qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam dengan sanad yang shahih.
2.      Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat. Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu tulisan pada mushaf Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.
3.      Shahih sanadnya. Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain mensyaratkan harus mutawatir.
Syaikh Makki bin Abu Talib al-Qaisi menyatakan : “Qiraat shahih adalah qiraat yang shahih sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, ungkapan kalimatnya sempurna menurut kaedah tata bahasa Arab dan sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani.” Pendapat ini diikuti oleh Ibnl Jazari, sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Tayyibatun Nasyar fi al-Qira’at al-‘Asyar..
Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, mengutip pendapat al-Shafaaqasi, pendapat ini lemah karena membawa akibat tidak adanya perbedaan antara al-Qur’an dengan yang bukan al-Qur’an. Akan tetapi pada kesempatan lain, Ibnl Jazari mensyaratkan mutawatir untuk diterimanya qiraat yang shahih, seperti disebutkan pada kitabnya Munjid al-Muqriin wa Mursyid al-Talibin.  Jadi, mungkin yang dimaksud dengan “shahih sanadnya” oleh Ibnl Jazari di sini adalah Mutawatir.
Menurut Imam al-Nuwairi : “ Meniadakan syarat mutawatir adalah pendapat yang baru, bertentangan dengan ijma’ para ahli fiqih, ahli hadis dan yang lain-lain. Sebab al-Qur’an menurut jumhur ulama empat mazhab yang terkemuka adalah kalamullah yang diriwayatkan  secara mutawatir dan dituliskan pada mushaf. Semua orang yang memegang definisi ini pasti mensyaratkan mutawatir, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Hajib. Dengan demikian, menurut para imam dan pemuka mazhab yang empat, syarat mutawatir itu merupakan keharusan. Banyak orang yang secara jelas menerangkan pendapat ini seperti Abu Abdul Barr, al-Azra’i, Ibn ‘Athiyah, al-Zarkasyi dan al-Asnawi. Pendapat yang mensyaratkan mutawatir inipun telah menjadi ijma’ para ahli qiraat. Tidak ada ulama mutaakhirin yang tidak sependapat kecuali al-Makki dan beberapa orang lainnya.”
E.     Mengenal Imam-imam Qiraat
Berikut ini adalah para imam qira’at yang terkenal dalam sebutan qira’at Sab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta qira’at Arba’ ‘Asyara:
1.      Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H. Ia mempelajari qira’at dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah. Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain: Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi qira’at Imam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu  Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2.      Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada    bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di     Makkah tahun 120 H. Beliau mempelajari qira’at dari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas).
Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Ibn Kasir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
3.      Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qira’at dari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima qira’at langsung dari Rasulullah SAW. Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).
4.      Abdullah bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik. Ibn ‘Amir menerima qira’at dari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5.      ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin  Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H. Beliau menerima qira’at dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6.      Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq. Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qira’at -nya yang terkenal adalah Khalaf  (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7.      Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H. Beliau mengambil qira’at dari banyak ulama.
Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh  al-Duuri (w. 246 H).
Untuk melengkapi jumlah qira’at menjadi qira’at ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qira’at berikut ini :
8.      Abu Ja’far al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qa’qa’ al-Makhzumi al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah seorang Imam Qiraat ‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 130 H. Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
9.      Ya’qub al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H. Beliau mengambil qiraat dari Abdul Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin Maimun dan Abul Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai sanad yang bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.
Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Ya’qub yang terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H).
10.  Khalaf al-‘Asyir
Nama lengkapnya adalah Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab al-Asdi al-Baghdadi. Nama panggilannya Abu Muhammad. Beliau lahir tahun 150 H. dan wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 229 H. di Bagdad. Beliau tampil dengan qiraat tersendiri yang berbeda dengan qiraat dari gurunya Imam Hamzah, oleh karena itu ia terhitung masuk ke dalam kelompok Imam Qiraat ‘Asyarah. Murid-murid yang merawikan qiraat Imam Khalaf ini yang terkenal adalah Ishaq (w. 286 H) dan Idris (w. 292).
Untuk melengkapi jumlah qiraat menjadi Qiraat Arba’ ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qiraat berikut ini:
a.       Hasan al-Basri
Nama lengkapnya adalah Hasan bin Abu al-Hasan Yasar Abu Said al-Bashri. Seorang pembesar Tabi’in yang terkenal zuhud, wafat pada tahun 110 H. Dua perawinya adalah  Syuja’ bin Abu al-Nashr al-Balkhi dan al-Duri.
b.      Ibn Muhaisin
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdurrahman al-Makki. Beliau adalah guru dari Abu ‘Amr al-Dani, wafat pada tahun 123 H. Dua perawinya adalah al-Bazzi dan Abu al-Hasan bin Syambudz
c.       Al-Yazidi
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Mubarak al-Yazidi al-Nahwi. Beliau adalah guru dari al-Duri dan Al-Susi, wafat pada tahun 202 H. Dua perawinya adalah Sulaiman bin al-Hakam dan Ahmad bin Farh.
d.      Al-A’masy
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Mahram al-A’masy. Beliau termasuk golongan Tabii., wafat pada tahun 148 H. Dua perawinya adalah al-Hasan bin Said al-Mathu’I dan Abu al-Farj al- Syambudzi al-Syatwi.







BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-Qur’an baik menyangkut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf.
2.      sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang  waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini;
a)      Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an.
b)      Qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya.
3.      Qiraat memiliki bermacam-macam, yakni:
a)    qiraat sab’ah,
b)   qiraat asyrah
c)    qiraat arbaah asyrah.
4.      Untuk menangkal penyelewengan  qiraat yang sudah muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima, yakni:
a)    Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab.
b)   Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
c)    Shahih sanadnya.
5.      Imam qira’at yang terkenal dalam sebutan qira’at Sab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , sebagai berikut:
a)    Nafi’al-Mad
b)    Ibn Kasir al-Makki
c)    Abu’Amr al-Basri
d)   Abdullah bin ‘Amir al-Syami
e)    ‘Ashim al-Kufi
f)     Hamzah al-Kufi
g)    Al-Kisa’i al-Kufi
h)    Abu Ja’far al-Madani
i)      Ya’qub al-Bashri
j)      Khalaf al-‘Asyir
6.      Untuk melengkapi jumlah qiraat menjadi Qiraat Arba’ ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qiraat berikut ini:
a)    Hasan al-Basri
b)   Ibn Muhaisi
c)    Al-Yazidi
d)   Al-A’masy
B.     SARAN
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang kurang di dalamnyai maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari Bapak  dosen yang membawakan mata kuliah ini.
Selanjutnya selaku Penyusun makalah ini kami hanya memberikan himbauan khususnya kepada teman-teman mahasiswa karena seperti yang kita ketahui bahwa mahasiswa “agent social of change dan agent social of control”, maka untuk mengaplikasikannya itu maka kita dituntut untuk mengadakan inovasi dan tidak lupa kita harus membenahi diri kekurangan yang ada untuk menuju kesempurnaan.





DAFTAR PUSTAKA


Nur, Muhammad Qadirun. 2001. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta. Pustaka Amani.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul Kutub Al-   Islamiyah.
Al-Qattan, Manna Khalil. 1973. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Surabaya. Al-hidayah.
Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar el-Islam.
Anwar, rosihon. 2010. ULUM  AL-QURAN. Bandung : Pustaka Setia.


[1]Rosihon anwar,Ulum Al-Quran,2010,Pustaka Setia,hlm.140-141
[2]Ibid,.hlm 149-150
[3]Ibid,.hlm 151
[4]http://www,google.com// qira’at al-quran.html  
[5]Ibid,.Op.Cit,.hlm 154