Minggu, 28 Oktober 2012

Metode Mewujudkan Khilafah Islamiyah


Oleh: Dwi Condro Triono

I.       PENDAHULUAN
Kita semua tentu sudah menyadari, bahwa secara faktual umat Islam saat ini sedang menghadapi banyak sekali masalah (problematika). Diantara masalah-masalah tersebut adalah: masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, ketertinggalan sains teknologi, kriminalitas, pornografi, pemurtadan, penindasan, kedzaliman, perpecahan, penjajahan dsb.
Untuk menyelesaikan berbagai masalah yang berat tersebut tentu kita tidak bisa melakukannya secara sembarangan, melainkan harus dilakukan diagnosis secara mendalam. Diagnosis tersebut ditujukan untuk menjawab: apa sesungguhnya problematika utama (qadhiyah mashiriyah) yang menimpa ummat ini, sehingga ummat Islam harus terbelenggu dengan berbagai macam problematika yang seakan tidak berujung pangkal tersebut.
Dari hasil diagnosis yang jernih dan mendalam yang dapat kita dilakukan, kita dapat menyimpulkan bahwa problematika utama (qadhiyah mashiriyah) ummat Islam saat ini adalah tidak adanya kehidupan Islam yang dipimpin oleh seorang khalilfah. Problematika utama inilah yang akhirnya melahirkan banyak problematika cabang atau problem akibat dari sebuah problem sebab yang besar (problematika utama) tersebut. Problem cabang itu selanjutnya kita kenal  dengan istilah  fasad (kerusakan).
Jika kita sudah menemukan problematika utama dari ummat Islam, maka dari titik inilah seharusnya penyelesaian (solusi) itu diarahkan. Jika problematika utama ini dapat diselesaikan, maka diharapkan seluruh problematika cabang yang disebut fasad tersebut akan selesai dengan sendirinya.
Upaya untuk menyelesaikan problematika utama tersebut tentu tidak dapat dilakukan secara perorangan, mengingat beratnya beban problem yang harus diselesaikan. Islam telah memberikan jalan agar penyelesaian tersebut dilakukan secara berjamaah (jamaiyyah), sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Ali Imron, ayat 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat di atas telah memerintahkan kepada ummat Islam agar membentuk sebuah jama’ah atau kelompok (kutlah) yang memiliki tugas utama yaitu menyeru kepada Islam dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar (melakukan dakwah). Dengan demikian, keberadaan kelompok dakwah tersebut harus memfokuskan diri bagi terselesaikannya problematika utama dari ummat Islam sekarang ini.
Dakwah yang ditujukan untuk menyelesaikan persoalan utama ummat, yaitu dengan mewujudkan kembali kehidupan Islam ini kemudian kita namakan dengan sebutan dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam (li isti’nafi al-hayati al-islamiyyah), yakni dakwah untuk mengajak kaum muslimin kepada pengamalan seluruh hukum-hukum Islam (audatu al-muslimin ila al-amal bijamii ahkami al-islami).
Selanjutnya, yang menjadi permasalahan kita adalah, bagaimana metodenya agar kehidupan Islam itu dapat ditegakkan kembali? Sebagaimana telah disinggung di atas, kehidupan Islam tidak mungkin bisa terwujud kembali, kecuali harus ada kekhilafahan. Dengan demikian, satu-satunya metode untuk mewujudkan kehidupan Islam tidak lain adalah dengan metode menegakkan kembali kekhilafahan (bi thariqi iqomatu al-khilafah) di atas muka bumi ini.
Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah: bagaimana metodenya agar kekhilafahan Islam itu dapat tegak kembali? Setelah lebih dari 80 tahun kita ummat Islam sudah kehilangan kekhilafahan, bagaimana agar kekhilafahan yang sudah runtuh itu dapat diwujudkan kembali? Inilah pertanyaan besar yang Insya Allah ingin dijawab dalam makalah ini.
Untuk memahaminya secara mendalam, bagaimana metode (thoriqoh) untuk mewujudkan kembali kekhilafahan, maka paling tidak ada 4 hal yang harus difahami berkaitan dengan thoriqoh tersebut, yaitu:
1.                  Batasan  fikroh dan thoriqoh.
2.                  Kriteria thoriqoh.
3.                  Thoriqoh mewujudkan kekhilafahan.
4.                  Thoriqoh yang shohih.
Selanjutnya, untuk pemahaman yang lebih terperinci tentang kelima hal terserbut, akan dibahas satu per satu dalam bab-bab berikut ini.




II.       BATASAN FIKROH DAN THORIQOH
Kita tentu sudah memahami bahwa yang dimaksud dengan fikroh secara sederhana adalah konsep, sedangkan thoriqoh adalah metode. Pertanyaannya adalah, mengapa hal itu masih perlu kita perbincangkan lagi? Dalam menyusun langkah dakwah, seringkali kita mencampuradukkan antara konsep dan metode. Tidak ada batasan yang jelas. Idealisme dalam konsep sering dikorbankan karena khawatir tidak mampu mewujudkannya. Dalam menyusun metode juga sering tidak ideal karena benturan dengan konsep. Seharusnya, berbicara konsep adalah satu masalah dan berbicara metode adalah masalah yang lain.
Misalnya saja, jika kita telah membahas tentang ekonomi Islam secara mendalam, kemudian memperoleh kesimpulan bahwa bahan bakar minyak (BBM) itu adalah milik umum, milik seluruh rakyat. Rakyat seharusnya dapat memperoleh minyak itu secara gratis. Pemahaman ini tentu masih masih berada dalam dataran konsep. Selanjutnya, yang harus kita bahas adalah bagaimana metodenya rakyat dapat memperoleh minyak secara gratis?
Di sinilah kita membutuhkan pembahasan sebuah metode, bagaimana caranya agar rakyat bisa memperoleh minyak secara gratis. Pembahasan metode ini seharusnya tidak dicampuri dengan hal-hal yang berada di luar metode itu sendiri, apalagi jika harus dikisruhi dengan fakta di lapangan, yang menunjukkan bahwa menggratiskan minyak itu adalah sesuatu yang nyaris tidak mungkin. Jika hal itu dianggap tidak mungkin, maka bisa jadi yang akan dikorbankan adalah konsepnya (fikrohnya). Maka, bisa jadi konsep ekonomi Islam tersebut akan diaduk-aduk lagi, mungkin dianggap tidak relevan, mungkin banyak yang harus dirubah, atau bahkan mungkin akan dihapuskan sekalian konsep yang sudah dianggap tidak relevan tersebut.
Padahal seharusnya pembahasan metode itu harus berdiri sendiri dan benar-benar harus berfungsi untuk merealisasikan konsep, bukan sebaliknya, yaitu untuk mengorbankan konsep. Disinilah perlu adanya batasan yang tegas, antara wilayah fikroh (konsep) dan wilayah thoriqoh (metode).
Batasan yang tegas antara konsep dengan metode dapat kita gambarkan dengan contoh sederhana sebagai berikut: jika kita sudah mendapatkan gambaran tentang konsep politik Islam utuh dan menyeluruh, maka kita akan dapat membayangkan bagaimana indahnya hidup dalam naungan politik Islam. Sampai di sinilah sebuah konsep (fikroh) dianggap mencapai batas puncaknya. Selanjutnya insya Allah akan memunculkan perrtanyaan: bagaimana cara (metode) untuk mewujudkan keindahan sistem politik Islam tersebut? Nah, berangkat dari pertanyaan inilah batas thoriqoh akan dimulai.

III.    KRITERIA THORIQOH
Adanya keinginan untuk mewujudkan fikroh Islam, sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah batas yang tegas antara fikroh dan thoriqoh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap fikroh pasti membutuhkan thoriqoh. Namun, dengan pemahaman tentang batas fikroh dan thoriqoh apakah sudah cukup?
Ummat Islam sudah banyak melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan berbagai konsep (fikroh) yang telah difahaminya. Semua langkah yang telah diupayakan tersebut biasanya langsung anggap sebagai thoriqoh. Pertanyaannya, apakah semua langkah tersebut dapat langsung dikategorikan sebagai thoriqoh? Disinilah perlunya kita memahami kriteria suatu langkah itu dapat dikategorikan sebagai thoriqoh atau masih dalam dataran konsep (fikroh).
Untuk memahaminya, marilah kita ambil contoh-contoh sebagai berikut: jika Islam mewajibkan seluruh ummatnya untuk melaksanakan sholat. Bagaimana metodenya agar seluruh ummat Islam menjalankan sholat? Ini adalah fikroh yang ada dalam Islam. Thoriqohnya bagaimana? Apakah cukup dengan menyebarkan buku tuntunan sholat, menyebar stiker anjuran sholat, memasang spanduk peringatan sholat, menggalakkan dakwah tentang sholat.
Pertanyaan besarnya adalah, apakah jika semua langkah-langkah tersebut sudah dijalankan, ummat Islam akan melaksanakan sholat 5 waktu secara keseluruhan? Jika kita tidak dapat mehunghubungkan sebab-akibatnya, maka pertanyaannya: apakah semua itu dapat dikategorikan sebagai thoriqoh?
Contoh yang lain adalah, Islam mengharamkan korupsi. Pertanyaannya, bagaimana metodenya agar tindak korupsi tidak merajalela? Apakah cukup dengan melakukan aksi do’a bersama secara massal di berbagai kota besar, agar korupsi dapat dihilangkan dari bumi Indonesia. Atau, kita perlu meningkatkan gerakan dakwah agar masyarakat menjahui korupsi, dsb. Apakah itu semua dapat dikategorikan sebagai thoriqoh?
Jawabnya adalah, semuanya itu belum dapat dikategorikan sebagai thoriqoh. Jadi, setiap pemikiran yang masih dalam dataran konsep adalah fikroh. Maka yang dimaksud dengan thoriqoh haruslah berupa langkah-langkah konkrit yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan fikroh dalam kehidupan nyata. Thoriqoh harus bisa menuntun langkah apa yang harus dilakukan bagi setiap individu manusia dalam mencapai tujuannya. Itulah beda antara fikroh dan thoriqoh.



Sekarang, kita dapat membuat rumusan yang sederhana, apa yang dapat dimasukkan dalam kriteria thoriqoh itu. Paling tidak ada 3 kriteria, suatu langkah dapat dikategorikan sebagai sebuah thoriqoh, yaitu:
1.            Langkah-langkahnya harus konkrit, bersifat fisik.
2.            Dapat menghasilkan perubahan yang bersifat nyata.
3.            Akal manusia bisa memahami hubungan yang “pasti” antara sebab dan akibat perubahan ditimbulkan.
Apa contohnya? Untuk dapat menjawabnya, marilah kita melihat beberapa contoh berikut. Kita sudah memahami bahwa Islam memiliki konsep untuk melindungi hak kepemilikan individu. Ini adalah fikroh. Pertanyaannya, bagaimana thoriqohnya? Islam ternyata telah memiliki thoriqoh yang khas, yaitu dengan diterapkannya hukuman potong tangan bagi pencuri.
Contoh yang lain adalah, kita semua sudah memahami bahwa Islam memiliki konsep untuk melindungi hak kehormatan manusia dan juga menjaga keturunan jenis manusia. Ini adalah fikroh. Pertanyaannya, bagaimana thoriqohnya? Islam ternyata telah memiliki thoriqoh yang khas, yaitu dengan adanya penjagaan yang khas, yaitu diterapkannya hukuman cambuk atau rajam bagi pelaku perzinaan.
Apakah sudah cukup? Ternyata masih belum selesai persoalannya. Mengapa? Kita harus memahami bahwa penerapan hukum potong tangan (sebagaimana telah disebutkan di atas), selanjutnya hanya akan menjadi sebuah konsep (fikroh) semata, jika masih memunculkan pertanyaan berikutnya, yaitu: bagaimana thoriqohnya agar potong tangan dapat dilaksanakan?
Disinilah kita membutuhkan thoriqoh lanjutannya. Bagaimana thoriqohnya agar hukuman potong tangan tersebut dapat diterapkan? Jawabnya, thoriqohnya adalah dengan mengangkat seorang khalifah untuk melaksanakan hukuman tersebut. Apakah sudah cukup? Ternyata tetap masih belum cukup.
Permasalahan berikutnya, keharusan mengangkat seorang khalifah hanya akan menjadi  fikroh semata, sehingga membutuhkan thoriqoh berikutnya lagi. Bagaimana thoriqohnya? Thoriqohnya adalah harus dengan cara membai’at seorang khalifah? Apakah sudah cukup? Ternyata masih tetap belum cukup.
Permasalahan berikutnya adalah, keharusan membai’at seorang khalifah hanya akan menjadi fikroh semata, sehingga membutuhkan thoriqoh berikutnya. Yaitu, bagaimana thoriqohnya agar bai’at kepada seorang khalifah dapat terselenggara? Disinilah muncul permasalahan yang paling penting yang harus dijawab. Sebab, prosesi bai’at kepada seorang khalifah hanya dapat terselenggara jika institusi khilafah itu sudah ada.
Dengan demikian, yang menjadi pembahasan puncak adalah: bagaimana thoriqoh mewujudkan kekhilafahan itu sendiri? Sehingga bai’at kepada seorang khalifah dapat diwujudkan? Dari titik inilah perlunya kita membahas secara detail dan mendalam tentang bagaimana metode (thoriqoh) mewujudkan kekhilafahan.

IV.    THORIQOH MEWUJUDKAN KEKHILAFAHAN
Setelah kita memahami bagaimana kriteria sebuah thoriqoh, maka kebutuhan berikutnya adalah untuk menjawab, bagaimana metode (thoriqoh) mewujudkan kekhilafahan?
Dalam dinamika perjuangan Islam, kita sudah mengenal banyak sekali upaya yang telah dilakukan ummat Islam dalam perjuangannya untuk meraih kekuasaan. Lebih spesifik lagi, tentu saja adalah kekuasaan untuk mewujudkan kekhilafahan.
Untuk sekedar melakukan evaluasi terhadap pemahaman di atas, kita dapat memberikan beberapa contoh upaya-upaya yang telah dilakukan ummat Islam guna meraih kekuasaannya, yaitu menegakkan kembali kekhilafahan.
1.   Memperbanyak majelis dzikir, untuk mendoakan  bagi terwujudnya kekhilafahan Islam.
2.   Memperbanyak penerbitan dan penyebarluasan  buku-buku Islam, terutama tentang kekhilafahan.
3.   Memperbanyak pendirian sekolah Islam untuk memberikan pendidikan Islam bagi ummat Islam.
4.   Membangun basis-basis ekonomi Islam untuk mengembangkan praktik ekonomi Islam.
5.   Membangun berbagai rumah sakit Islam untuk mengembangkan kesehatan Islam.
Apakah contoh-contoh di atas dapat dikategorikan sebagai thoriqoh untuk mewujudkan kekhilafahan? Jawabnya tentu saja tidak, belum masuk kategori thoriqoh. Bagaimana dengan contoh yang di bawah ini?
1.   Dengan membentuk “komando jihad” untuk melakukan kudeta pada penguasa.
2.   Dengan menggunakan people power.
3.   Dengan meminta bantuan asing untuk merebut kekuasaan.
4.   Dengan menguasai parlemen.
Kita tentu sepakat, bahwa contoh-contoh di atas dapat dikategorikan sebagai thoriqoh untuk mewujudkan kekhilafahan. Namun mana thoriqoh yang harus kita gunakan? Jawabnya, tentu kita harus menggunakan thoriqoh yang “benar”.  Nah, permasalahan berikutnya, bagaimana kriteria thoriqoh mewujudkan kekhilafahan yang benar (shohih)?




V.    THORIQOH YANG SHOHIH
Untuk dapat menjawab bagaimana thoriqoh yang shohih, maka kita perlu membuka beberapa ayat dan Hadits sebagai berikut:
              
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah uswah hasanah bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiyamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21)
                 
“Katakanlah:’Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” (QS. Ali Imron: 31)
                                
“Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah. Dan apa saja yang dilarangnya untuk kalian, maka tinggalkanlah” (QS. Al Hasyr: 7)
Sabda Rasulullah SAW:
                                                      
“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak melalui perintahku, maka amalan itu tertolak”
Dari pemahaman terhadap dalil-dalil di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa thoriqoh yang harus kita ambil adalah thoriqoh yang mengikuti tuntunan Rasul SAW. Oleh karena itu, penentuan thoriqoh tidak hanya didasarkan pada aspek strategi semata. Yang paling utama tentu saja adalah adalah aspek Ridlo Allah SWT. Sebab, yang akan menjadi andalan utama bagi tercapainya tujuan dan kemenangan adalah Nashrullah semata.
Thoriqoh itu, selanjutnya kita sebut sebagai thoriqoh Dakwah Rasul. Nah, yang menjadi masalah berikutnya adalah, bahwa seluruh kehidupan Rasul SAW adalah kehidupan dakwah. Bagian mana dari langkah dakwah Rasul SAW yang harus kita tiru? Apakah semuanya?
Jika Rasul SAW pernah dakwah di atas bukit, naik onta, haruskah kita tiru? Jika Rasul SAW pernah dakwah, kemudian dilempari batu, haruskah kita tiru? Untuk menjawabnya, tentu saja diperlukan sebuah upaya ijtihad, untuk melakukan pemilihan dan pemilahan dari berbagai langkah dakwah Rasul SAW yang dapat dimasukkan dalam kriteria sebagai berikut:
  1. Langkah dakwah yang hukumnya wajib.
  2. Rasul melaksanakannya secara terus menerus, walaupun rintangannya berat.
  3. Bersifat baku (tetap).
  4. Tidak berubah sepanjang masa.
Dengan menggunakan kriteria tersebut maka kita dapat mengistinbathkan bahwa thoriqoh dakwah Rasul untuk meraih kekuasaannya ada 3 tahapan (marhalah), yaitu:
I.       Marhalah tatsqif wa takwin.
·         Tahap Pembinaan dan Pembentukan
·         Pembinaan kader dakwah dan pembentukan kerangka gerakan
  1. Marhalah tafa’ul wal kifah.
·         Tahap Interaksi dan Perjuangan
·         Berintraksi di tengah masyarakat dan melakukan perjuangan politik
·         Melakukan thalabun nushroh.



III. Marhalah tathbiq ahkamul Islam.   
·         Tahap Penerapan Hukum-hukum Islam
·         Menerapkan hukum Islam dan mengemban dakwah dan jihad ke luar negeri
Dari ketiga tahapan tersut, selanjutnya kita dapat melihat bagaimana aktivitas dakwah yang dilakukan Rasul SAW dalam masing-masing tahapan tersebut.
I.       Marhalah tatsqif wa takwin.
·         Rasul memulai dakwah dengan mengajak manusia memeluk Islam.
·         Rasul membina mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam.
·         Rasul menghimpun mereka dalam satu kutlah (kelompok).
·         Pembentukan kutlah dakwah dilakukan secara rahasia.
·         Rasul membina di rumah-rumah mereka, terkadang di bukit-bukit, terkadang di rumah al-Arqam.
·         Tahap ini berakhir setelah turun perintah untuk berdakwah secara terang-terangan (QS. Al-Hijr: 94)
  1. Marhalah tafa’ul wal kifah.
·         Tahap ini dimulai dengan menampakkan kutlah secara terang-terangan.
·         Uslub yang digunakan Rasul yaitu dengan keluar bersama shahabat dalam 2 kelompok.
·         Mereka keluar dengan barisan rapi mengitari Ka’bah.
·         Aktivitas yang dilakukan kutlah ini adalah: Shiro’ul fikri, Kifahus siyasy, Kasyful khuthath, Tabanny masholihul ummah.
·         Ketika dakwah terus meluas, tekanan dakwahpun semakin menghebat, Rasul menyelesaikan tahap ini aktivitas Tholabun nushroh.
·         Puncak dari tahap ini ditandai dengan Bai’at Aqobah 2.
  1. Marhalah tathbiq ahkamul Islam.   
·         Di Madinah Rasul memulai dengan membangun masjid sebagai tempat shalat, bermusyawarah dan mengatur urusan masyarakat.
·         Rasul mengangkat Abu Bakar dan Umar sebagai wazir.
·         Rasul menjadi pemimpin negara, hakim dan komandan pasukan.
·         Rasul mengatur urusan pemerintahan dan menyelesaikan pertikaian dan perselisihan dengan hukum Islam.
·         Rasul juga mengangkat komandan-komandan pasukan dan mengirimkannya ke luar madinah untuk mengemban dakwah dan jihad.
·         Ketika Rasul wafat wilayah kekuasaan Rasul sudah meliputi seluruh jazirah Arab.
Setelah kita memahami gambaran singkat bagaimana aktivitas dakwah Rasul pada masing-masing tahapan, selanjutnya bagaimana aktivitas tersebut dapat kita aplikasikan dalam dakwah modern sekarang ini? Inilah contoh gambaran konkritnya:
I.       Marhalah tatsqif wa takwin.
·         Dakwah dimulai dengan menyampaikan Islam secara mabda’iy kepada ummat.
·         Mereka yang tertarik menjadi kader dakwah akan dibina secara intensif (halqah murakkazah).
·         Pembinaan dilakukan dengan materi dan metode tertentu untuk membentuk kader yang bersyakhshiyyah Islamiyyah.
·         Kader yang siap akan bergabung dalam kelompok (kutlah) dakwah.
·         Keberadaan kutlah dakwah ini masih dirahasiakan (sirriyah li tandzim, bukan sirriyah li da’wah).
  1. Marhalah tafa’ul wal kifah.
·         Tahap ini diawali dengan mengenalkan kutlah secara terbuka kepada masyarakat.
·         Kader dakwah diterjunkan di tengah masyarakat untuk melakukan pembinaan  umat (tatsqif jamaiy), dengan cara: shiro’ul fikri, kifahus siyasy, kasyful khuthath, tabanny masholihul ummah.
·         Massa umat yang memiliki kesadaran politik akan menuntut perubahan ke arah Islam.
·         Didukung oleh ahl-quwwah (polisi, militer, politisi, pengusaha, tokoh dsb), yang setuju dan mendukung perjuangan kutlah.
·         Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak, Insya Allah tidak akan terbendung.
·         Diselesaikan dengan melakukan thalabun nushroh.
·         Khilafah Islamiyah Insya Allah akan tegak, dimulai dari satu negara yang berdaulat.



III. Marhalah tathbiq ahkamul Islam.   
·         Tahap ini akan diawali dengan diterapkannya hukum-hukum Islam untuk mengatur seluruh urusan kehidupan di dalam negeri.
·         Dilanjutkan dengan penyatuan negeri-negeri Islam di seluruh dunia.
·         Dilanjutkan pula dengan melaksanakan dakwah dan jihad (futuhat) ke seluruh penjuru dunia.
Demikianlah gambaran singkat dari aktivitas yang seharusnya diupayakan agar kekhlafahan dapat terwujud dalam kehidupan yang nyata di dunia ini.

VI.       PENUTUP
Demikianllah uraian singkat bagaimana metode mewujudkan kembali kekhilafahan Islam. Selanjutnya, apa yang diharapkan dari Hizbut Tahrir Indonesia untuk kaum muslimin sekalian? Tentu saja adalah kesediaan untuk turut berdakwah secara berjamaah, karena dakwah adalah kewajiban setiap muslim dan amal yang sangat mulia, sekaligus amat  sangat penting untuk penegakan kembali izzul Islam wa al-muslimin.
Dakwah bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun kita berada, sesuai dengan kemampuan, dan dengan jamaah mana pun asal mengarah pada tujuan dakwah yang utama. Kemampuan itu juga harus selalu ditingkatkan melalui pembinaan. Sehingga diharapkan ada di antara kaum muslimin yang benar-benar bersedia mengikuti pembinaan intensif dalam HTI guna meningkatkan syakhshiyyah (kepribadian) Islamnya dan kemampuannya dalam dakwah
Selanjutnya, tentu saja diharapkan ada kaum muslimin yang bersedia untuk menjadi kader (anggota), atau pendukung (muayyid) yang memberikan tenaga, pikiran, dana, sarana dan hubungan (relasi) untuk kemajuan dakwah Hizbut Tahrir Indonesia menuju tegaknya syariah dan khilafah. Dan, semua pilihan itu tentu saja akan kembali kepada setiap individu kaum muslimin sekalian, namun tentu saja kita mengharapkan kaum muslimin bisa memilih dengan pilihan yang terbaik.
Semuanya itu tentu saja demi diri kita sendiri, untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Setelah mati, kita semua akan dimintai pertanggungjawaban. Seseorang yang mendapatkan kemenangan yang besar (faudzu al-adzim) adalah yang  hidup di akhirat dengan hasanah (mendapat ridha Allah dan surga). Kesuksesan besar di akhirat hanya dapat diperoleh bila di dunia memeluk aqidah dan melaksanakan syariah Islam, termasuk bergiat dalam dakwah…
Kesempatan kita untuk taat pada syariah dan bergiat dalam dakwah hanya selama hidup di dunia. Setelah mati, tidak ada lagi kesempatan lagi. Kita bakal mati setiap saat, oleh karena itu kita harus benar-benar dapat menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya sebelum semua berakhir dan tinggallah penyesalan. Bukankah kita tak hendak  menyesal nanti? So, hurry up brothers/sisters in Islam…