QIRAAT AL-QUR’AN
M A K A L A H
Untuk Memenuhi Tugas Mata Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu: Afiful Ikhwan,
M.Pd.I
Di Susun Oleh:
Kelompok
III Semester II PAI
1. Abdullah
Rosyid
2. Setyo
Heru Kurniawan
3. Zaki
Firdaus
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH (STAIM)
TULUNGAGUNG
APRIL 2015
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن
الرحيم
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh..
Segala puji bagi Allah Subhanahu
wa ta’ala yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa Iman dan Islam.
Salawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan nabi agung kita, Nabiullah Muhammad Shollallahu
‘alaihi wa sallam. Kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, semuanya.
Alhamdulillah dengan
terselesaikannya makalah yang kami susun ini, guna memenuhi tugas makalah
kuliah Ulumul Qur’an yang berjudul “QIRA’AT AL-QUR’AN”. Kami haturkan banyak
terimakasih kepada :
1. Bapak
Nurul Amin, M.Ag. Selaku Ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung.
2. Bpk.
Afiful Ikhwan, M.Pd.I sebagai dosen pengampu.
3. Rekan-rekan
Mahasiswa STAI Muhammadiyah.
4. Semua
pihak yang telah memberi sumbangsih demi terselesaikannya makalah ini.
Maka
dari itu kami menyadari, bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu sebagai penyusun, mengharap koreksi, saran dan kritik
yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Dan semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi penyusun, umumnya bagi pembaca. Aamiin
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Tulungagung, 28 April
2015
|
Pemakalah
|
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ................................................................................................ i
Kata
Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar
Isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................. 2
C. Tujuan
Masalah ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Qiraat ........................................... 3
B. Pengertian
Qiraat .............................................................. 5
C. Macam-macam
Qiraat ....................................................... 6
D. Syarat-syarat
Sahnya Qiraat ............................................. 7
E. Mengenal
Imam-Imam Qiraat ........................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 14
B. Saran ................................................................................. 15
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam
‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali
orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak faktor yang
menyebabkan hal itu, di antaranya adalah, ilmu ini tidak berhubungan
langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari; tidak seperti ilmu
fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung
dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari
masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau
hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain
itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an
secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari
ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini;
pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga
merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam
qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini.
Hal-hal inilah barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
Meskipun
demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan
mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang
telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat telah mencurahkan segala
kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah
menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya
unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an. Tulisan singkat ini
akan memaparkan secara global tentang ilmu Qira’at al-Qur’an, dapat dikatakan
sebagai pengenalan awal terhadap Ilmu Qira’at al-Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latarbelakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Sejarah
Perkembangan Qiraat?
2. Apa
pengertian Qiraat?
3. Macam-macam
Qiraat?
4. Syarat-syarat
Sahnya Qiraat?
5. Mengenal
Imam-Imam Qiraat?
C. Tujuan Masalah
Adapun
tujuan penulisan makalah atau
karya tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan
Qiraat.
2.
Untuk
Menjelaskan Pengertian dari Qiraat.
3.
Untuk
Menaparkan Macam-macam Qiraat.
4.
Untuk
Mengetahui Syarat-syarat Sahnya Qiraat.
5. Untuk Mengetahui Imam-Imam Qiraat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Qiraat
Pembahasan
tentang sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya
perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua
pendapat tentang hal ini;
Pertama,
qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an.
Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di
mana terdapat juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat pada
surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa qira’at itu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Kedua,
qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana
orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa
Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam
kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut menunjukkan tentang waktu
dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah sesudah Hijrah, sebab
sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan dalam hadis tersebut--terletak di
dekat kota Madinah.
Kuatnya
pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-surat yang
diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang menceritakan
tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam
surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.
Ketika
mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja tidak diberi titik
dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu
qira’at yang berbeda. Jika tidak bisa dicakup oleh satu kalimat, maka ditulis
pada mushaf yang lain. Demikian seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup
ahruf sab’ah dan berbagai qira’at yang ada.
Periwayatan
dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan tersebut) dari
orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci utama pengambilan qira’at
al-Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW
kepada para sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda ketika menerima qira’at dari
Rasulullah. Ketika Usman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam,
beliau menyertakan orang yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut.
Qira’at orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka
mengambil qira’at dari sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat juga
berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari Rasulullah SAW.
Dapat
disebutkan di sini para Sahabat ahli qira’at, antara lain adalah : Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud,
Abu al-Darda’, dan Abu Musa al-‘Asy’ari.
Para
sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa
qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabi’in
mengambil qira’at dari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-tabi’in yang
berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari para Tabi’in.
Ahli-ahli
qira’at di kalangan Tabi’in juga telah menyebar di berbagai kota. Para Tabi’in
ahli qira’at yang tinggal di Madinah antara lain: Ibn al-Musayyab, ‘Urwah,
Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin
Harits yang terkenal dengan Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj,
Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
Yang
tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin’Umair, ‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus,
Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Tabi’in
yang tinggal di Kufah, ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin
Surahbil, al-Haris bin Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said
bin Jabir, al-Nakha’i dan al-Sya'bi.
Sementara
Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim,
Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedangkan
Tabi’in yang tinggal di Syam adalah: al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan
Khalid bin Sa’d.
Keadaan
ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang
mengkhususkan diri dalam qira’at – qira’at tertentu dan mengajarkan qira’at
mereka masing-masing.
Perkembangan
selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan qira’at. Para ahli sejarah
menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira’at adalah
Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab
yang diberi nama al-Qira’at yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi.
Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat
adalah Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun
378 H. Dengan demikian mulai saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri
dalam ‘Ulum al-Qur’an.
Menurut
Sya’ban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat dikompromikan. Orang yang
pertama kali menulis masalah qiraat dalam bentuk prosa adalah al-Qasim bin
Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang qira’at sab’ah dalam bentuk
puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.
Pada
penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun qira’at Sab’ah dalam
kitabnya Kitab al-Sab’ah. Dia hanya memasukkan para imam qiraat yang terkenal
siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al-Qur’an, yang
berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak imam qira’at yanng lain yang dapat
dimasukkan dalam kitabnya.
Ibn
Mujahid menamakan kitabnya dengan Kitab al-Sab’ah hanyalah secara kebetulan,
tanpa ada maksud tertentu. Setelah munculnya kitab ini, orang-orang awam
menyangka bahwa yang dimaksud dengan ahruf sab’ah adalah qira’at sab’ah
oleh Ibn Mujahid ini. Padahal masih banyak lagi imam qira’at lain yang kadar
kemampuannya setara dengan tujuh imam qira’at dalam kitab Ibn Mujahid
Abu
al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah mengumpulkan qira’at
sab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal yang tidak selayaknya
dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa Qiraat Sab’ah itu
adalah ahruf sab’ah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia juga menyatakan, tentunya
akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau mengurangi atau menambah jumlahnya dari
tujuh, agar tidak terjadi syubhat.
Banyak
sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah Kitab Sab’ah ini.
Yang paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir fi al-Qiraat al-Sab’i
yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-Sab’i
karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qira’at al-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan
Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah ‘Asyara karya Imam al-Dimyati
al-Banna. Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at yang
membahas qiraat dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.
B.
Pengertian Qiraat
Berdasarkan pengertian bahasa, qiro’at
merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang berarti membaca.
Sedangkan berdasarkan pengertian terminology, maka ada beberapa definisi,
sebagai berikut :[1]
1. Menurut
Ibn Al-Jazari
Qira’at merupakan ilmu
yang menyangkut cara-cara mengucapan kata-kata al-quran dan
perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
2.
Menurut Az-Zarkasyi
Qiraat adalah perbedaan
(cara mengucapkan) lafazh-lafazh al-quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau
cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti taklif (meringankan), tasqil
(memberatkan), dan atau yang lainnya.
3. Menurut Ash-Sabuni
Qiraat adalah suatu
mazhab cara pelafalan al-quran yang dianut salah seorang imam berdasarkan
sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulallah.
C. Macam-macam Qiro’at
1. Dari
Segi Kuantitas
a.
Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh ) adalah
imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:[2]
1)
Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120
H ) dari Mekkah. Qiraat yang ia peroleh dari Abdullah bin Jubair.
2)
Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im
(w .169 H ).dari madinah. Tokoh ini belajar qiraat kepada 70 tabiin, seperti
Ubay bin ka’ab, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.
3)
‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam. Sebagian riwayat
mengatakan bahwa ia berjumpa dengan utsman bin Affan.
4)
Abu
Amar (w.154
H ) dari Irak, ia meriwayatkan qiraat dari Mujahid bin Jabr.
5)
Ya’kub (w.205
H ) dari Irak. Ia belajar pada Salam bin Sulaiman al-Thawil yang mengambil
qiraat dari ashim dan Abu Umar.
6)
Hamzah (w.188
). Ia belajar pada Sulaiman bin Mahram
7)
‘Ashim (w.127
H ). Ia belajar qiraat kepada Dzar bin Hubaisy, dari Abdullah bin Mas’ud
b.
Qiro’ah Asyiroh (Qiraat Sepuluh) adalah
qiro’ah sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq,
kalaf bin hisyam.
c.
Qiro’ah Arba Asyiroh (qiro’ah empat
belas) yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu :Al-hasan al basri
(w.110 H), muhammad bin abdul rohman (w.123 H), yahya bin mubarok(w.202 H), dan
Abu fajr muhammad bin ahmad Asy-Syanbudz (w.388 H).
2.
Dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian al-jazari,
berdasarkan kualitas, qiraat dapat dikelompokan dalam lima bagian, antara lain
:[3]
a.
Qiraat Mutawwatir yaitu qiro’ah yang disampakan
kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta.
b.
Qiraat Mashur yaitu qiro’ah
yang memiliki sanad sahih, tapi tidak sampai kual;itas mutawatir.
c.
Qiraat ahad yaitu memiliki
sanad sahih tapi menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab, tidak
memiliki kemasyuran, dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah
ditetapkan Al-Jazari.
d.
Qiraat Maudhu yaitu palsu
f.
As-Suyuthi kemudian
menambah qiraat yang keenam, yakni qiraat yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan pada bacaan
dengan tujuan penafsiran. Umpamanya qiraat Abi Waqqash.[5]
D.
Syarat-syarat
Sahnya Qiraat
Untuk menangkal penyelewengan qiraat yang sudah muncul, para ulama membuat
persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima. Untuk membedakan
antara yang benar dan qiraat yang aneh (syazzah), para ulama
membuat tiga syarat bagi qiraat yang benar. yaitu:
1. Sesuai
dengan salah satu kaidah bahasa Arab. Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah
satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari
segi-segi qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun
sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang
lebih dijadikan pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan
diterima para imam dengan sanad yang shahih.
2. Sesuai
dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu tulisan pada mushaf
Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah satu mushaf yang
ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan dikirimkannya ke
kota-kota besar Islam pada masa itu.
3. Shahih
sanadnya. Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda pendapat.
Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain mensyaratkan
harus mutawatir.
Syaikh Makki bin Abu Talib al-Qaisi
menyatakan : “Qiraat shahih adalah qiraat yang shahih sanadnya sampai kepada
Nabi Muhammad SAW, ungkapan kalimatnya sempurna menurut kaedah tata bahasa Arab
dan sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani.” Pendapat ini diikuti
oleh Ibnl Jazari, sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Tayyibatun Nasyar fi
al-Qira’at al-‘Asyar..
Menurut Sya’ban Muhammad Ismail,
mengutip pendapat al-Shafaaqasi, pendapat ini lemah karena membawa akibat tidak
adanya perbedaan antara al-Qur’an dengan yang bukan al-Qur’an. Akan tetapi pada
kesempatan lain, Ibnl Jazari mensyaratkan mutawatir untuk diterimanya qiraat
yang shahih, seperti disebutkan pada kitabnya Munjid al-Muqriin wa Mursyid
al-Talibin. Jadi, mungkin yang dimaksud dengan “shahih sanadnya” oleh
Ibnl Jazari di sini adalah Mutawatir.
Menurut Imam al-Nuwairi : “ Meniadakan
syarat mutawatir adalah pendapat yang baru, bertentangan dengan ijma’ para ahli
fiqih, ahli hadis dan yang lain-lain. Sebab al-Qur’an menurut jumhur ulama
empat mazhab yang terkemuka adalah kalamullah yang diriwayatkan secara
mutawatir dan dituliskan pada mushaf. Semua orang yang memegang definisi ini
pasti mensyaratkan mutawatir, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Hajib. Dengan
demikian, menurut para imam dan pemuka mazhab yang empat, syarat mutawatir itu
merupakan keharusan. Banyak orang yang secara jelas menerangkan pendapat ini
seperti Abu Abdul Barr, al-Azra’i, Ibn ‘Athiyah, al-Zarkasyi dan al-Asnawi.
Pendapat yang mensyaratkan mutawatir inipun telah menjadi ijma’ para ahli
qiraat. Tidak ada ulama mutaakhirin yang tidak sependapat kecuali al-Makki dan
beberapa orang lainnya.”
E.
Mengenal
Imam-imam Qiraat
Berikut
ini adalah para imam qira’at yang terkenal dalam sebutan qira’at Sab’ah dan
Qiraat ‘Asyarah , serta qira’at Arba’ ‘Asyara:
1.
Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin
Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi.
Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H. Ia mempelajari qira’at
dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat
yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah. Murid-murid Imam Nafi’
banyak sekali, antara lain: Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn
al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi qira’at Imam Nafi’ yang terkenal ada dua
orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2.
Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar
bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir
di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari qira’at dari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi,
Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas).
Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya
langsung dari Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Ibn Kasir banyak sekali, namun
perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul
(w. 251 H).
3. Abu’Amr
al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin
‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah
Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir
di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke
Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qira’at dari Abu Ja’far, Syaibah bin
Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan
Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima
qira’at langsung dari Rasulullah SAW. Murid beliau banyak sekali, yang terkenal
adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah
kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan
al-Suusii (w. 261 H).
4. Abdullah
bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid
bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia
termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada
tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik. Ibn ‘Amir menerima qira’at dari
Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu
Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya
yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5. ‘Ashim
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu
al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu
al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu
Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H. Beliau
menerima qira’at dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy
al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya
dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya
yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6. Hamzah
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah
bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim.
Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq
‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu
Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin
Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta
Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Diantara para muridnya yang menjadi perawi qira’at
-nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7. Al-Kisa’i
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah
bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena
ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H. Beliau
mengambil qira’at dari banyak ulama.
Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat,
Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar
bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru
Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada
Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang
dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh
al-Duuri (w. 246 H).
Untuk melengkapi jumlah qira’at menjadi qira’at
‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qira’at berikut ini :
8. Abu
Ja’far al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qa’qa’ al-Makhzumi
al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah seorang Imam Qiraat
‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 130
H. Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi
Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari
Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin
Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi
qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
9. Ya’qub
al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin
Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau
seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau
merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau
wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H. Beliau mengambil qiraat dari Abdul
Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin
Maimun dan Abul Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai
sanad yang bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.
Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Ya’qub yang
terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H).
10. Khalaf
al-‘Asyir
Nama lengkapnya adalah Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab
al-Asdi al-Baghdadi. Nama panggilannya Abu Muhammad. Beliau lahir tahun 150 H.
dan wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 229 H. di Bagdad. Beliau tampil dengan
qiraat tersendiri yang berbeda dengan qiraat dari gurunya Imam Hamzah, oleh
karena itu ia terhitung masuk ke dalam kelompok Imam Qiraat ‘Asyarah.
Murid-murid yang merawikan qiraat Imam Khalaf ini yang terkenal adalah Ishaq
(w. 286 H) dan Idris (w. 292).
Untuk melengkapi jumlah qiraat menjadi Qiraat Arba’
‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qiraat berikut ini:
a. Hasan
al-Basri
Nama lengkapnya
adalah Hasan bin Abu al-Hasan Yasar Abu Said al-Bashri. Seorang pembesar
Tabi’in yang terkenal zuhud, wafat pada tahun 110 H. Dua perawinya adalah
Syuja’ bin Abu al-Nashr al-Balkhi dan al-Duri.
b. Ibn
Muhaisin
Nama lengkapnya
adalah Muhammad bin Abdurrahman al-Makki. Beliau adalah guru dari Abu ‘Amr
al-Dani, wafat pada tahun 123 H. Dua perawinya adalah al-Bazzi dan Abu al-Hasan
bin Syambudz
c. Al-Yazidi
Nama lengkapnya
adalah Yahya bin Mubarak al-Yazidi al-Nahwi. Beliau adalah guru dari al-Duri
dan Al-Susi, wafat pada tahun 202 H. Dua perawinya adalah Sulaiman bin al-Hakam
dan Ahmad bin Farh.
d. Al-A’masy
Nama lengkapnya
adalah Sulaiman bin Mahram al-A’masy. Beliau termasuk golongan Tabii., wafat
pada tahun 148 H. Dua perawinya adalah al-Hasan bin Said al-Mathu’I dan Abu
al-Farj al- Syambudzi al-Syatwi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Qiraat
adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-Qur’an baik menyangkut
hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf.
2. sejarah
dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat
tentang waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal
ini;
a)
Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan
dengan turunnya al-Qur’an.
b)
Qira’at mulai diturunkan di Madinah
sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan
saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya.
3.
Qiraat memiliki bermacam-macam,
yakni:
a)
qiraat sab’ah,
b)
qiraat asyrah
c)
qiraat arbaah asyrah.
4. Untuk
menangkal penyelewengan qiraat yang sudah muncul, para ulama membuat
persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima, yakni:
a)
Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa
Arab.
b)
Sesuai dengan tulisan pada salah satu
mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
c)
Shahih sanadnya.
5. Imam
qira’at yang terkenal dalam sebutan qira’at Sab’ah dan Qiraat ‘Asyarah ,
sebagai berikut:
a) Nafi’al-Mad
b) Ibn
Kasir al-Makki
c) Abu’Amr
al-Basri
d) Abdullah
bin ‘Amir al-Syami
e) ‘Ashim
al-Kufi
f) Hamzah
al-Kufi
g) Al-Kisa’i
al-Kufi
h) Abu
Ja’far al-Madani
i) Ya’qub
al-Bashri
j) Khalaf
al-‘Asyir
6. Untuk
melengkapi jumlah qiraat menjadi Qiraat Arba’ ‘Asyarah, maka ditambahkan
imam-imam qiraat berikut ini:
a) Hasan
al-Basri
b) Ibn
Muhaisi
c) Al-Yazidi
d) Al-A’masy
B. SARAN
Dengan
selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang kurang di dalamnyai maka dari
itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari
Bapak dosen yang membawakan mata kuliah ini.
Selanjutnya selaku
Penyusun makalah ini kami hanya memberikan himbauan khususnya kepada
teman-teman mahasiswa karena seperti yang kita ketahui bahwa mahasiswa “agent
social of change dan agent social of control”, maka untuk mengaplikasikannya
itu maka kita dituntut untuk mengadakan inovasi dan tidak lupa kita harus
membenahi diri kekurangan yang ada untuk menuju kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nur,
Muhammad Qadirun. 2001. Ikhtisar Ulumul
Qur’an Praktis. Jakarta. Pustaka Amani.
Ash-Shabuni,
Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil
Qur’an. Jakarta. Darul Kutub Al- Islamiyah.
Al-Qattan,
Manna Khalil. 1973. Mabahis Fi Ulumil
Qur’an. Surabaya. Al-hidayah.
Al-Qodi,
Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi
fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar el-Islam.
Anwar, rosihon. 2010. ULUM AL-QURAN. Bandung : Pustaka Setia.